Perombakanpertama yang dilakukan adalah perbaikan sistem administrasi rekam medis pasien di puskesmas. Menggunakan beberapa komputer yang tersambung secara intranet, efisiensi bisa dilakukan dari alur kerja petugas di puskesmas.
Deskripsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun 2016, standar pelayanan kefamarsian di Puskesmas terdapat indikator pelayanan informasi obat kepada masyarakat. Puskesmas berdasarkan Permenkes No 43 tahun 2019 didefinisikan sebagai fasilitas pelayanan yang mengutamakan upaya kesehatam masyarakat dan upaya kesehatan perorangan yang lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif diwilayah kerjanya. Farmasi merupakan salah satu hal yang fundamental yang harus ada di Puskesmas. Setelah dilakukan survey di lapangan didapatkan data bahwa sebanyak 34,1% masyarakat menyediakan antibiotik dirumah,50,6% masyarakat minum obat sediaan sirup dengan sendok makan/teh, 15,3% masyarakat menyimpan semua obat obatan di kulkas, 47,7% masyarakat tidak memusnahan obat sebelum dibuang 39,6% masyarakat membeli obat di warung/toko obat. Dan data PTSP Kelurahan izin Pedagang Obat Eceran di wilayah Cakung baru ada 3 tempat yakni di 3 mol besar diwilayah cakung. Hal ini yang menyebabkan timbulnya masalah kesehatan di masyarakat, seperti penyalahgunaan obat, terutama di kalangan remaja juga penggunaan obat yang masih salah di masyarakat. Instalasi Farmasi Puskesmas Kecamatan Cakung mendapatkan laporan penyalahgunaan obat oleh remaja dari guru dan masyarakat. Selain itu, Puskesmas Kecamatan Cakung juga menemukan 1 kasus pasien jiwa akibat kecanduan dari penyalahgunaan obat. kecamatan Cakung mempunyai jumlah remaja tertinggi ke- se—DKI Jakarta. Selain itu, remaja merupakan generasi emas yang menentukan masa depan bangsa Indonesia sehingga harus mempunyai pengetahuan tentang obat agar terhindar penyalahgunaan obat. Unit Kesehatan Masyarakat Farmasi sangat penting untuk ada di Puskesmas. Dalam meningkatkan pengetahuan remaja kami menggunakan metode FGD Focus Group Discussion untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhap obat, Quiz, Wa Group. Selain remaja kami jg mengelola ibu-ibu menjadi kader obat. Kami sebut mreka ibu cermat dan raja cermat selain itu kami mempunyai beberapa inovasi yaitu kotak antibiotik, SI TAYO SISTEM TANYA OBAT puskesmas cakung, senam cermat, SK satgas terpadu untuk toko obat dari Pak camat , warung cerdas menggunakan obat dengan semua itu harapannya dapat membentuk budaya cerdas menggunakan obat dengan CO-TABLET
SIMOKUdirancang sebagai inovasi berbasis teknologi informasi di bidang kefarmasian yang dapat membantu petugas kefarmasian dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian sesuai pedoman yang ditetapkan secara efektif dan efisien, dan dapat menyediakan informasi yang tepat, akurat, relevan, dan akuntable dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian.
Sediaan farmasi yang didalamnya termasuk obat, merupakan sesuatu yang esensial dan tidak terpisahkan dari upaya kesehatan. Pemerintah pun memasukkan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan di dalam Sistem Kesehatan Nasional. Standar kefarmasian yang baik, meliputi pengelolaan sediaan farmasi yang maksimal akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Indikator-indikator tersebut menjadi tolak ukur seberapa efektif dan maksimal pelayanan kefarmasian. Manuskrip ini menggunakan metode kajian pustaka dengan mengkaji empat artikel dari 605 artikel yang ditemukan. Didapatkan hasil bahwa masih kurang optimalnya segala aspek mulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal dari Puskesmas. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ANALISIS PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DI PUSKESMAS KAJIAN PUSTAKA Alvian Sanjaya Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ABSTRAK Sediaan farmasi yang didalamnya termasuk obat, merupakan sesuatu yang esensial dan tidak terpisahkan dari upaya kesehatan. Pemerintah pun memasukkan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan di dalam Sistem Kesehatan Nasional. Standar kefarmasian yang baik, meliputi pengelolaan sediaan farmasi yang maksimal akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Indikator-indikator tersebut menjadi tolak ukur seberapa efektif dan maksimal pelayanan kefarmasian. Manuskrip ini menggunakan metode kajian pustaka dengan mengkaji empat artikel dari 605 artikel yang ditemukan. Didapatkan hasil bahwa masih kurang optimalnya segala aspek mulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal dari Puskesmas. Kata kunci pengelolaan, sediaan farmasi, obat dan puskesmas ABSTRACT Pharmaceutical preparations, which include drugs, are essential and inseparable from health efforts. The government also includes the subsystem of pharmaceutical preparations, medical devices and food in the National Health System. Good pharmaceutical standards, including optimal management of pharmaceutical preparations, will improve the quality of health services. Management of pharmaceutical preparations and medical consumables starts from planning, requesting, receiving, storing, distributing, controlling, recording and reporting as well as monitoring and evaluation. These indicators become a benchmark for how effective and maximal pharmaceutical services are. This manuscript uses the literature review method by reviewing four articles from 605 articles found. The results showed that all aspects were still not optimal, starting from planning, requesting, receiving, storing, and distributing. This can be caused by internal or external factors from the public health centers. Keywords management, pharmaceutical preparations, drugs, public health centers PENDAHULUAN Indonesia saat ini berusaha untuk terus mengembangkan pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Agar tercipta pembangunan kesehatan yang terpadu, pemerintah membuat suatu kebijakan yang dapat digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang saat ini dikenal dengan Sistem Kesehatan Nasional SKN yang disahkan melalui Peraturan Presiden No 72 Tahun 2012. SKN mencakup tujuh subsistem di dalamnya yaitu, subsistem upaya kesehatan, subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sumber daya manusia kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, subsistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan, dan subsistem pemberdayaan masyarakat. Semua subsistem saling terikat satu sama lain dan mempunyai keterikatan agar memiliki hubungan yang efektif. Salah satu yang berperan penting dalam upaya kesehatan khususnya kuratif adalah obat-obatan. Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan menjamin agar obat dijamin selalu tersedia dan terjangkau guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu penyelenggaraan subsistem ini adalah upaya penyelenggaraan pelayanan kefarmasian yang terbagi dalam dua fasilitas pelayanan kesehatan utama yaitu puskesmas dan rumah sakit. Pusat kesehatan masyarakat puskesmas dan rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Puskesmas menurut Permenkes No 43 Tahun 2019 merupakan “fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya”. Standar pelayanan kefarmasian pada puskesmas telah diatur pada Permenkes No 74 Tahun 2016 Standar pelayanan kefarmasian meliputi dua standar ini yaitu, pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dimulai dengan melakukan perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Indikator-indikator tersebut menjadi tolak ukur seberapa efektif dan maksimal pelayanan kefarmasian. Beberapa permasalahan sediaan farmasi yang tercantum dalam dokumen SKN meliputi pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, sementara itu untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kefarmasian masih dilakukan impor yang tercatat mencapai 85%. Permasalahan lain dari sediaan farmasi ini adalah belum dilaksanakannya penggunaan obat rasional di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, terlihat masih banyaknya pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan formularium. Selain itu pada Puskesmas sudah meresepkan 90% obat esensial generik, namun dari fasilitas kesehatan lainnya masih banyak yang menerapkan konsep obat esensial generik. Untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut, perlu pengelolaan sediaan farmasi yang adekuat yang dapat menjamin berkembangnya kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pada hakikatnya, pelayanan kefarmasian merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari upaya kesehatan sehingga perlu adanya kesesuaian dengan standar agar dicapai mutu pelayanan yang maksimal di masyarakat. Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui seperti apa pelaksanaan pengelolaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada puskesmas. Dengan mengacu pada indikator-indikator standar pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dapat dilihat sudah seberapa baik puskesmas menjalankan standar yang sudah dibuat oleh pemerintah. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam perancangan manuskrip ini adalah kajian pustaka. Penulis menggunakan kata kunci seperti “pengelolaan”, “sediaan farmasi”, “puskesmas”. Mesin pencari yang digunakan adalah Google Scholar, dengan rentang artikel yang diterbitkan yaitu sejak 2018-2021. Ditemukan sebanyak 605 artikel dengan kata kunci dan rentang waktu tersebut, namun dieliminasi menurut kriteria yang sesuai sehingga menjadi 4 empat artikel yang akan dikaji. Kriteria tersebut antara lain 1 merupakan artikel yang diterbitkan dalam rentang waktu tahun 2018-2021, 2 merupakan artikel penelitian kualitatif maupun kuantitatif, 3 menggunakan bahasa Indonesia, 4 dapat diunduh secara gratis, 5 dapat diakses secara penuh, 6 ruang lingkup penelitian adalah indikator standar pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakaiHASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil Literatur Elka Emilia, Sudirman, Herlina Yusuf Manajemen Pengelolaan Obat di Puskesmas Lambunu 2 Kabupaten Parigi Moutong Puskesmas Lambunu II Kecamatan Bolano Lambunu Kabupaten Parigi Moutong Perencanaan dan pengadaan pengelolaan obat sudah baik, pendistribusian pengelolaan obat belum baik, penyimpanan obat belum memadai, dan pencatatan dan pelaporan sudah baik Rinda Jeyssi Mailoor, Franckie Maramis, Analisis Pengelolaan Obat di Puskesmas Puskesmas Danowudu Kecamatan Beberapa aspek sudah dijalankan dengan baik namun tetap perlu mendapat perhatian agar sesuai dengan standar pelayanan Lusyana Aripa , Sumardi Sudarman, Brunosius Alimin Pelaksanaan Pengelolaan Obat di Puskesmas Barombong Kota Makassar Puskesmas Barombong Kota Makassar Perencanaan, permintaan, penggunaan dan penghapusan obat sudah sesuai prosedur. Sedangkan pendistribusian obat belum sesuai prosedur. Anita Dessy Setiawati , Pinasti Utami Evaluasi Pengelolaan Obat di Puskesmas Kasihan 1 Tahun 2019 Puskesmas Kasihan 1 Kabupaten Bantul, Yogyakarta Puskesmas Kasihan 1 memenuhi 1 indikator sesuai standar sedangkan 6 indikator lain belum sesuai standar sehingga perlu meningkatkan pengelolaan obat pada aspek permintaan, pendistribusian, penggunaan dan pencatatan. PERENCANAAN Menurut Permenkes No 74 Tahun 2016, perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Perencanaan dilakukan dengan melibatkan tenaga kesehatan yang ada Puskesmas, terlihat dari artikel yang dikaji semuanya sudah mengikuti petunjuk ini yaitu dengan mengajak semua unit dalam rapat untuk menentukan kebutuhan obat seperti pada penelitian di Puskesmas Barombong, Kota Makassar Aripa, Sudarman, dan Alimin, 2019. Pemilihan merupakan tahap dalam perencanaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai. Pemilihan obat di puskesmas harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional DOEN dan Formularium Nasional FORNAS Kemenkes, 2019. Pada artikel yang dikaji, yaitu Puskesmas Danowudu, Kota Bitung yang dalam membuat perencanaan tidak sesuai dengan DOEN melainkan hanya dengan data sesuai dengan kebutuhan, sehingga indikator ini menjadi tidak tercapai Mailoor 2019. Sama halnya dengan Puskesmas Kasihan I, Kabupaten Bantul yang persentase kesesuaian obat di Puskesmas dengan FORNAS sebesar 96,43% yang mana tidak memenuhi target 100%, hal ini dikarenakan Puskesmas tersebut menjalankan program-program yang membutuhkan obat khusus sehingga tidak tercatat dalam daftar FORNAS Setiawati & Utami, 2020. Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan obat untuk satu periode dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat periode sebelumnya dan atau metode morbiditas perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit Kemenkes, 2019. Dari hasil kajian, Puskesmas sudah menjalankan prinsip ini namun masih ada yang masih menggunakan satu metode saja. Kedua metode dapat digunakan bersama sehingga didapatkan obat yang sesuai dengan pola penyakit serta konsumsi. Masalah lain yang dapat muncul sehingga perencanaan obat menjadi maksimal adalah obat yang diajukan ke Gudang Farmasi Kabupaten tidak diberikan sesuai permintaan seperti pada Puskesmas Lambunu II dan Puskesmas Barombong Emilia 2018 dan Aripa 2019 PERMINTAAN Untuk melakukan pengadaan obat di puskesmas, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan pengadaan mandiri pembelian Kemenkes, 2019. Permintaan obat puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO. Dari artikel yang dikaji terlihat Puskesmas sudah mengikuti prosedur yang ada yaitu dengan menggunakan Lembar Permintaan dan Lembar Pemakaian Obat LPLPO yang kemudian disetujui oleh kepala puskesmas dan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tepatnya Gudang Farmasi Kabupaten/Kota. Permintaan rutin dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing puskesmas, dapat diajukan per tiga bulan sekali seperti Puskesmas Lambunu II dan Puskesmas Barombong, atau setiap bulan seperti Puskesmas Kasihan I. Tujuan dari permintaan adalah memenuhi kebutuhan sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Namun pada akhirnya permintaan ini menjadi tidak maksimal karena tidak tersedianya stok obat di GFK, sehingga terjadi kekosongan di Puskesmas. Faktor lain yang bisa menyebabkan ketidaksesuaian permintaan ini adalah terlalu banyak Puskesmas dalam satu wilayah sehingga obat-obat terbagi-bagi dalam pendistribusiannya, sehingga permintaan tidak maksimal seperti yang terjadi di Puskesmas Danowudu. Ketidaksesuaian juga dapat terjadi karena dalam melakukan permintaan obat di beberapa periode pengelola obat tidak memperhitungkan stok optimum dan terkadang permintaan yang direncanakan berlebih atau kurang seperti yang terjadi di Puskesmas Kasihan I. PENERIMAAN Penerimaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai pada hakikatnya adalah suatu kegiatan dalam menerima sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan Permenkes No 74 Tahun 2016. Dari artikel yang dikaji, hanya satu Puskesmas yang menjelaskan mengenai indikator ini, yaitu Puskesmas Danowudu. Dari hasil penelitian di Puskesmas tersebut, didapatkan hasil bahwa masih belum maksimalnya penerimaan di Puskesmas karena belum sejalan dengan tujuan awal dari penerimaan itu. Pada Puskesmas Danowudu pernah terjadi ketidaksesuaian obat baik bentuk, jenis, dan jumlah obat di Puskesmas yang telah diajukan kepada Dinas Kesehatan Kota Bitung. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh pihak petugas Dinas Kesehatan yang salah dalam mengangkut persediaan obat yang dibawa ke Puskesmas. Pihak Puskesmas Danowudu sendiri selalu menyesuaikan dengan LPLPO yang sudah diajukan dan memperhatikan pula jumlah kemasan, jenis, persyaratan keamanan, khasiat dan mutu dari obat. PENYIMPANAN Penyimpanan merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman tidak hilang, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Permenkes No 74 Tahun 2016. Tujuan dari penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, serta memudahkan pencarian dan pengawasan Kemenkes, 2019. Terdapat beberapa aspek umum dalam penyimpanan yaitu Kemenkes, 2019 a. Persediaan disimpan di gudang obat yang dilengkapi lemari dan rak –rak penyimpanan obat b. Suhu ruang stabil bagi obat c. Sediaan farmasi dalam jumlah besar bulk disimpan diatas pallet, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus d. .Penyimpanan sesuai alfabet atau kelas terapi dengan sistem, First Expired First Out FEFO, high alert dan life saving obat emergency e. Sediaan psikotropik dan narkotik disimpan dalam lemari terkunci dan kuncinya diamankan f. Sediaan farmasi dan BMHP yang mudah terbakar, disimpan di tempat khusus dan terpisah dari obat lain g. Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu yang disertai dengan alat pemantau dan kartu suhu yang diisi setiap harinya h. Tempat penyimpanan obat termasuk dalam prioritas yang mendapatkan listrik cadangan i. Obat yang mendekati kadaluarsa diberikan penandaan khusus dan diletakkan ditempat yang mudah terlihat j. Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap tempat penyimpanan obat Dari aspek-aspek umum tersebut Puskesmas Danowudu sudah menerapkan penyimpanan yang baik bagi obat. Hal ini dibuktikan dengan semua obat yang tersedia disimpan dalam lemari yang terjamin keamanan dan stabilitasnya, juga sudah memperhatikan pencahayaan ruangan, suhu dan kelembabannya. Puskesmas Lambunu II termasuk yang belum menerapkan minimal penyimpanan yang baik bagi obat, karena dalam Puskesmas tersebut lemari penyimpanan belum mampu menampung semua obat serta belum adanya pendingin ruangan pada gudang obat. Pada Puskesmas Kasihan I juga penyimpanan obat belum berjalan baik, hal ini dibuktikan dengan banyaknya injeksi dan infus yang tidak terpakai serta obat-obatan yang rusak, kejadian ini dikarenakan oleh adanya renovasi gedung rawat inap Puskesmas sehingga pelayanan rawat inap tidak berjalan. PENDISTRIBUSIAN Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan BMHP dari puskesmas induk untuk memenuhi kebutuhan pada jaringan pelayanan puskesmas Kemenkes, 2019. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat Permenkes No 74 Tahun 2016. Pendistribusian ke sub unit ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima floor stock, pemberian Obat per sekali minum dispensing dosis unit atau kombinasi. Menurut artikel yang dikaji, Puskesmas sudah menerapkan pendistribusian ke sub unit dengan baik, kadang dilakukan perminggu atau perbulan seperti pada Puskesmas Barombong. Masalah yang dihadapi dalam pendistribusian ini erat kaitannya dengan GFK yang mendistribusikan sediaan farmasi tidak sesuai dengan LPLPO karena ketidaksediaan atau karena waktu pendistribusian yang lama karena harus menyesuaikan yang diajukan dalam LPLPO. Sediaan yang didistribusikan oleh GFK terkadang kurang, berlebih atau diganti dengan obat yang memiliki kandungan yang sama. PENCATATAN DAN PELAPORAN Menurut Kemenkes 2019 pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor keluar dan masuknya obat di Puskesmas yang dapat dilakukan melalui manual ataupun digital. Pada umumnya pemasukan dan pengeluaran obat dicatat dalam buku catatan pemasukan dan pengeluaran obat dan kartu stok. Petugas kefarmasian harus mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran obat di puskesmas. Dari artikel yang dikaji, pencatatan dan pelaporan sudah dilakukan dengan baik seperti pada Puskesmas Danowudu yang setiap bulannya kepala gudang obat di Puskesmas dan kepala gudang bertanggung jawab dalam pencatatan dan pelaporan supaya didapatkan laporan yang lengkap. Tujuan dari pencatatan antara lain sebagai bukti bahwa pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai telah dilakukan, sebagai sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian, dan dijadikan sumber data untuk pembuatan laporan Permenkes No 74 Tahun 2016. Namun perlu diperhatikan, pencatatan dan pelaporan bisa saja terjadi ketidaksesuaian seperti terjadi human error, kesalahan perhitungan, lupa mencatat saat pengambilan atau memasukan obat serta kurang fokus dalam bekerja akibat beban kerja karena situasi Puskesmas yang sedang banyak dikunjungi oleh Pasien. KESIMPULAN Dari aspek-aspek yang dinilai untuk pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai, didapatkan masih kurang optimalnya segala aspek. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal dari Puskesmas. Dari aspek perencanaan, terlihat berbagai masalah yang timbul seperti tidak mengikuti DOEN dan FORNAS, kesalahan perhitungan dalam metode yang digunakan atau ketidaksediaan obat di GFK. Dari aspek permintaan menjadi tidak tercapai karena kebutuhan Puskesmas tidak terpenuhi melalui permintaan yang sudah diajukan. Aspek penerimaan pun begitu pula, terdapat ketidaksesuaian obat yang diberikan oleh GFK kepada Puskesmas sehingga stok obat bisa saja habis atau kelebihan. Aspek penyimpanan berkaitan dengan sarana dan prasarana yang belum memadai di tiap Puskesmas sehingga obat menjadi mudah rusak. Aspek pendistribusian permasalahan yang ditemui kembali lagi kepada pihak Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten yang tidak bisa memberikan permintaan dari Puskesmas serta keterlambatan waktu pengiriman. Aspek pencatatan dan pelaporan sudah cukup baik dilakukan, tetapi tetap terjadi ketidaksesuaian karena faktor dari manusia itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Aripa, L., Sudarman, S. and Alimin, B., 2019. Pelaksanaan Pengelolaan Obat di Puskesmas Brombong Kota Makassar. JURNAL Promotif Preventif, 12, Emilia, E., Sudirman and Yusuf, H., 2018. Manajemen Pengelolaan Obat Di Puskesmas Lambunu 2 Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal Kolaboratif Sains, 11, Fransiska, M. and Piter, 2019. Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Puskesmas Sesuai Permenkes RI Tahun 2016 pada Puskesmas Tingkat Kecamatan Wilayah Jakarta Utara. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal, [online] 42, Available at . Kementerian Kesehatan RI, 2019. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Kemenkes RI 2019, . Lampiran Peraturan Presiden No 72 Tahun 2021. Mailoor, Maramis, and Mandagi, 2019. Analisis Pengelolaan Obat Di Puskesmas Danowudu Kota Bitung. Kesmas National Public Health Journal, [online] 63, Available at . Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Setiawati, Utami, P., Farmasi, Yogyakarta, and Yogyakarta, 2020. Evaluasi Pengelolaan Obat di Puskesmas Kasihan 1 Tahun 2019. 2020. Sulistyowati, Restyana, A. and Yuniar, 2020. Evaluasi Pengelolaan Obat Di Puskesmas Wilayah Kabupaten Jombang Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jurnal Inovasi Farmasi Indonesia JAFI, 12, Wahyuni, A., Aryzki, Saftia and Feteriah, I., 2021. Evaluasi Pengelolaan Sediaan Farmasi Dan Bahan Medis Habis Pakai Di Puskesmas Landasan Ulin Kota Banjarbaru. Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 41, ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Wahyuni Saftia AryzkiIta FeteriahPembangunan kesehatan adalah suatu upaya yang bertujuan untuk membangun kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup bagi setiap orang agar dapat memperoleh derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai melalui pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi beberapa kegiatan yaitu perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi. Tujuannya adalah untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang efisien, efektif dan rasional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observatif. Populasi dan sampel adalah seluruh data pengelolaan obat yang mencakup perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi Puskesmas Tahun 2019 dan 2020. Tempat dan waktu penelitian; tempat di Puskesmas Landasan Ulin Banjarbaru pada bulan Maret-April 2020. Data digunakan berupa lembar obsevasi dengan pengolahan data kesesuaiannya dengan SOP Kefarmasian dan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kemenkes RI Tahun 2019 serta faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaiannya Data dikumpulkan secara langsung menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai belum semuanya sesuai dengan pedoman yaitu SOP Kefarmasian di Puskesmas dan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kemenkes RI Tahun Dinah SulistyowatiAnggi RestyanaArlita Wulan YuniarPengelolaan obat merupakan aspek penting dalam pelayanan kefarmasian. Obat hendaknya dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya tepat jenis, jumlah, penyimpanan, waktu pendistribusian, penggunaan dan mutu di tiap unit pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat di Puskesmas meliputi perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, administrasi, serta pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas wilayah Kabupaten Jombang dan faktor-faktor yang mempengaruhi dengan menggunakan 8 ini menggunakan metode observasional dengan pendekatan deskriptif. Wawancara dan kuisioner kepada pengelola obat Puskesmas sebagai data primer dan LPLPO, RKO, laporan tahunan, kartu stok obat, daftar harga obat, dan catatan harian penggunaan obat sebagai data pengelolaan obat di Puskesmas wilayah Kabupaten Jombang masih belum memenuhi standar yang ditetapkan karena diperoleh hasil ketepatan perencanaan obat 59,89%; tingkat ketersediaan obat 83,17%; kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN 2017 99,58%; persentase rata-rata waktu kekosongan obat 27,60%; ketepatan distribusi obat 73,01%; persentase obat yang tidak diresepkan 6,19%; persentase obat kedaluwarsa 3,62% dengan nilai sebesar Rp. 27. dan persentase obat rusak 0,26% dengan nilai sebesar Rp. Sistem pengelolaan obat di Puskesmas wilayah Kabupaten Jombang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kurang tepatnya perencanaan obat, kesalahan perhitungan kebutuhan obat, kurang komunikasi, waktu tunggu kedatangan obat, dan masa kedaluwarsa obat yang Pengelolaan Obat Di Puskesmas Lambunu 2 Kabupaten Parigi MoutongE EmiliaSudirmanH YusufEmilia, E., Sudirman and Yusuf, H., 2018. Manajemen Pengelolaan Obat Di Puskesmas Lambunu 2 Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal Kolaboratif Sains, 11, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Puskesmas Sesuai Permenkes RI Tahun 2016 pada Puskesmas Tingkat Kecamatan Wilayah Jakarta UtaraM FransiskaPiterFransiska, M. and Piter, 2019. Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Puskesmas Sesuai Permenkes RI Tahun 2016 pada Puskesmas Tingkat Kecamatan Wilayah Jakarta Utara. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal, [online] 42, Available at < Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian Di PuskesmasR I Kementerian KesehatanKementerian Kesehatan RI, 2019. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian Di Pengelolaan Obat Di Puskesmas Danowudu Kota Bitung. Kesmas National Public Health JournalR J MailoorF R R MaramisC K F MandagiMailoor, Maramis, and Mandagi, 2019. Analisis Pengelolaan Obat Di Puskesmas Danowudu Kota Bitung. Kesmas National Public Health Journal, [online] 63, Available at <
Puskesmas Bantul I NO NAMA INOVASI DESKRIPSI TAHUN PENERIMA MANFAAT INOVASI 1 SABU-SABU Puskesmas Bantul I SambangBumil Bufas. Kunjungan rumah ibu hamil dan ibu nifas. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu upaya penurunan kematian ibu di wilayah Puskesmas Bantul I, yang dikunjungi meliputi semua ibu hamil dan ibu
Mengalami kesulitan membaca tulisan dokter pada secarik resep menjadikan Irma Melyani Puspitasari 32 yang saat itu menjadi apoteker bertekad membuat perubahan. Resep tidak harus identik dengan tulisan steno—atau acak-acakan—dari para dokter yang hanya bisa dibaca oleh segelintir orang. Pasien pun berhak tahu. Lulusan Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Unpad ini juga beberapa kali memergoki obat-obat yang diresepkan ternyata memiliki potensi menyebabkan reaksi merugikan. Bentuknya bisa berupa interaksi ataupun duplikasi obat. Interaksi adalah efek samping yang diakibatkan reaksi kimia dari komponen obat yang berbeda. Adapun duplikasi obat terjadi saat komposisi yang sama diresepkan pada dua jenis obat yang berbeda, padahal tidak perlu. Irma meyakini, interaksi ataupun duplikasi yang berlangsung saat pembuatan resep bukanlah kesengajaan dari para dokter. ”Bayangkan saja, ada hingga item obat dalam satu rumah sakit besar. Tidak mungkin menghafal komposisinya satu-satu,” kata Irma yang ditemui di tempat kosnya di Bandung, Jawa Barat. Dua pengalaman itulah yang membuat dia tersadar bahwa resep elektronik adalah sebuah solusi yang harus dicapai. Menengok ke negara lain, ternyata tren serupa terjadi. Irma mencontohkan Amerika Serikat yang kini tengah mendorong para dokter untuk menggunakan resep elektronik yang kini jumlahnya mencapai sepertiga dari seluruh populasi. Sendiri Kesempatan itu muncul sewaktu dia mengambil pendidikan pascasarjana di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung 2007. Mengambil spesialisasi teknik biomedik di bawah bimbingan Profesor Soegijardjo Soegijoko, sejak awal Irma sudah mempersiapkan kerangka bagi aplikasi untuk membuat resep elektronik itu. Perombakan pertama yang dilakukan adalah perbaikan sistem administrasi rekam medis pasien di puskesmas. Menggunakan beberapa komputer yang tersambung secara intranet, efisiensi bisa dilakukan dari alur kerja petugas di puskesmas. Dengan pencatatan digital dan saling tersambung, tidak perlu lagi ada petugas yang mencari rekam medik, membawanya ke ruangan poli, dan mengembalikannya. Dengan teknologi yang sama, petugas tidak lagi harus membuat rekapitulasi bulanan karena hal tersebut bisa dilakukan dalam beberapa kali klik di mouse. Inti dari aplikasi tersebut adalah bagian resep. Irma memasukkan data untuk komposisi obat, indikasi serta kontraindikasi seorang diri yang dilakukannya sambil mengikuti kuliah. Jumlahnya mencapai 217 item. Dia juga memasukkan informasi mengenai peluang interaksi ataupun duplikasi dari berbagai referensi yang dimilikinya. Dengan aplikasi tersebut, seorang dokter tinggal memberi centang untuk gejala hingga obat yang diberikan berikut dosisnya. Aplikasi buatan Irma masih menyisakan kolom untuk diisi manual seperti anamnesis atau keluhan yang diutarakan pasien sebelum diperiksa, serta kolom untuk tindakan medis yang diambil. Begitu memasuki pembuatan resep, dokter akan mendapat pemberitahuan dari aplikasi bila obat yang diresepkannya berpotensi terjadi interaksi maupun duplikasi sehingga bisa diganti dengan yang lain. Dokter pun bisa tetap meresepkan meski harus mengisi kolom alasan. Menyahut ajakan Hampir rampung dengan aplikasi buatannya, tidak berarti masalah sudah selesai. Dia menghadapi gelombang penolakan dari calon penggunanya, yakni puskesmas. Salah satu alasan yang sering dilontarkan adalah keengganan untuk belajar komputer karena tidak semua petugas melek teknologi dan sudah nyaman dengan pencatatan konvensional. Alasan lain yang sering dihadapi adalah pendapat yang menyatakan bahwa resep haruslah berupa kertas. Pengertian umum resep adalah perintah yang ditulis dokter kepada apoteker untuk mengeluarkan obat. Pengertian tersebut juga dipakai dalam peraturan pemerintah. Isu tersebut dijawab Irma dengan argumen bahwa Indonesia telah memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sehingga memungkinkan dokumen tidak harus berupa kertas, termasuk resep. Dari berbagai puskesmas tersebut, ternyata hanya satu yang bersedia mencoba aplikasi resep elektronik milik Irma, yaitu Puskesmas Babakan Sari di daerah Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat. Kepala Puskesmas saat itu, Dr Ira Dewi Jani, menyatakan ketertarikannya menerapkan resep elektronik di tempatnya. Ira beralasan, sebagian besar waktu para petugas di sana tercurahkan untuk menyelesaikan tugas administratif seperti mengantar rekam medis dan pembuatan laporan. Padahal, mereka punya kewajiban di lapangan seperti pembinaan di posyandu ataupun sekolah. Ira merasakan betul bahwa puskesmas masih dipandang sebelah mata sebagai pemberi akses kesehatan bagi masyarakat. ”Padahal, ada sekitar puskesmas di Indonesia dan 60 persen warga menengah ke bawah mendatangi puskesmas terlebih dahulu untuk berobat,” tutur Ira. Dengan kemauan keras, akhirnya petugas Puskesmas Babakan Sari belajar mengoperasikan komputer meski tidak mudah. Irma menyiasati hal tersebut dengan mengajari mereka menggunakan situs jejaring sosial Facebook. Dari sana, mereka dibiasakan untuk mencentang pilihan dan mengoperasikan komputer. Salah satu cerita yang kerap diutarakan adalah salah satu pegawai senior yang awalnya tidak bisa menyalakan komputer kini menjadi tenaga administrasi di ruang pendaftaran yang bisa diandalkan. Dalam waktu satu tahun, resep elektronik menunjukkan hasilnya. Administrasi di Puskesmas Babakan Sari jauh lebih ringkas dan memudahkan para petugas. Irma pun beberapa kali diundang mempresentasikan inovasinya dalam forum di luar negeri seperti di Bangkok, Thailand akhir 2009 dan di Luksemburg pada April 2011. Puskesmas Babakan Sari pun kerap dikunjungi tamu dari luar negeri seperti Filipina dan Pakistan untuk melihat kerja resep elektronik. Sayangnya, hingga kini Irma belum berkesempatan mereplikasi aplikasinya ke puskesmas ataupun rumah sakit lainnya. Padahal, aplikasi tersebut juga memiliki potensi lain, yakni mengumpulkan data yang berguna bagi perumusan kebijakan kesehatan nasional. ”Bila digunakan di banyak tempat, kita bisa memiliki data mengenai tren konsumsi obat maupun evaluasi dalam penanganan penyakit tertentu dengan pemberian obat,” kata Irma. Dia sendiri kemungkinan tidak bisa mengembangkan lagi aplikasinya karena Oktober 2011 akan berangkat ke Jepang untuk menuntut ilmu kedokteran. Hal tersebut dilakukan sebagai tuntutan dari pekerjaannya sekarang sebagai pengajar di Fakultas Farmasi Unpad. Irma Melyani Puspitasari • Lahir Cirebon, 1 Mei 1979 • Pendidikan – S1 Farmasi Unpad lulus 2002 – Pendidikan Profesi Farmasi Unpad lulus 2003 – Teknik Biomedik ITB lulus 2010 • Pekerjaan Staf Pengajar di Fakultas Farmasi Unpad 2006-sekarang Disadur dari kompas
BirokrasiPancasila: Jurnal Pemerintahan, Pembangunan, dan Inovasi Daerah Vol. 3, No. 1, Desember 2021 hal 38-49 Kejadian kesalahan pemberian obat kepada pasien memiliki potensi dampak hukum Ruang tunggu pasien di farmasi puskesmas dipasang X-banner yang berisi alur pengambilan obat yang belaku di farmasi. 0 5 10 15 20 25 Laki-Laki Perempuan
Enrekang, 3 April 2018, berlokasi di Hotel Sabindo, Dinas Kesehatan Enrekang dalam hal ini Seksi Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat menggelar pertemuan Evaluasi Program Promkes & Pemmas untuk triwulan Pertama ditahun 2018. Author Recent Posts Enrekang, 3 April 2018, berlokasi di Hotel Sabindo, Dinas Kesehatan Enrekang dalam hal ini Seksi Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat menggelar pertemuan Evaluasi Program Promkes & Pemmas untuk triwulan Pertama di Tahun 2018. Kegiatan ini dihadiri semua Petugas dan Pelaksana Promkes se Kab. Enrekang dengan jumlah peserta sebanyak 24 Orang. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan Promosi kesehatan diTahun 2017 dan beberapa persamaan persepsi terkait Program Promkes, baik Pusat dan Daerah. Kegiatan ini dibuka langsung oleh PLH Kepala Dinas Kesehatan Enrekang, Sutrisno, AMG, SE. Dalam sambutannya Sutrisno, mengatakan ada 3 Aspek penting untuk menjaga Eksistensi Promkes di Puskesmas. Aspek Pertama adalah wajib hadirnya Inovasi yang berkelanjutan. Inovasi seyogyagnya adalah kegiatan yang hadirnya tidak boleh lahir dengan instan, syarat inovasi itu harus berdiri bergandengan dengan lintas sektor. Dukungan sektor lain di luar Dinas Kesehatan menjadikan inovasi menjadi kuat, serta tetap memperhatikan potensi regulasi yang mendukung akselerasi pembangaunan kesehatan, khususnya di wilayah Kecamatan masing – masing. Aspek Kedua yang perlu hadir bagi petugas Promkes di lapangan yaitu harus mampu mengetahui berbagai disiplin ilmu dalam dunia keprofesian kesehatan. Artinya harus senantiasa belajar dan mampu menjadi pembelajar kepada masyarakat sebagai solusi penguatan Germas di masyarakat. Aspek Ketiga adalah dukungan anggaran. Lelaki yang sering di panggil Puang Inno ini mengatakan, bahwa anggaran adalah kunci perwujudan kegiatan. Dukungan anggaran menjadi urgen dalam dunia Promkes, baik untuk membuat kegiatan serta media, penguatan SDM dan serta sarana dan prasarana pendukung, Beliau mengatakan bahwa kedepan harapannya Promkes memiliki armada edukasi modern yang multi fungsi yang dilengkapi dengan media, yang dapat hadir di setiap kecamatan yang mampu membantu memberikan Pelayanan Kesehatan khususnya pelayanan ke Promosi Kesehatan, yang dapat membantu membentuk karakter dan New Behavior atau perilaku sehat yang baru. Dalam pertemuan ini juga ada beberapa pesan dari Kepala Seksi dan Pemmas tentang Penguatan Desa Siaga, Kualitas Capaian PHBS dan Penguatan Posyandu Mandiri. Dan pada bulan Mei mendatang kita akan menggelar kampanye Germas ditiap- tiap kecamatan. Pada kegiatan ini juga dilakukan usaha sinkronisasi kegiatan dalam Anggran BOK terkait percepatan capaian – capaian kegiatan Promkes yang dilaporkan, seperti Penguatan Kebijakan Publik berwawasan kesehatan di skala kecamatan dan desa, Hadirnya kebijakan yang mendukung PHBS, Kemampuan berafiliasi advokasi dengan desa serta mencatat desa yang menggunakan anggarannya untuk kegiatan Kesehatan, Jumlah dunia usaha yang memanfaaatkan CSR-nya untuk program kesehatan, Jumlah Ormas yang mendukung memanfaatkan sumberdaya-nya untuk kesehatan, serta Penguatan Pesan Sosial Kesehatan, dan Penguatan Edukasi Masyarakat. Visited 6,481 times, 1 visits today
Pemasangan spanduk di instansi pemerintahan . 7. POLI GIGI. KAPE PAGI (Kartu Petunjuk Setelah Pencabutan Gigi) - Pencetakan kartu petunjuk setelah pencabutan gigi - Mengedukasi pasien secara langsung - Memberikan kartu petunjuk setelah pencabutan gigi kepada setiap pasien yang telah melakukan pencabutan gigi. 8. FARMASI
inovasi dari puskesmas-puskesmas tersebut beragam, tak hanya soal layanan jemput bola atau pemeriksaan kesehatan dari rumah ke rumah yang banyak dilakukan terutama sejak pandemi ANTARA - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives CISDI memberikan penghargaan kepada tiga puskesmas terpilih yang telah melakukan inovasi guna meningkatkan layanan kesehatan bagi masyarakat. Chief Strategist sekaligus Plt. Chief of Primary Health Care PHC CISDI Yurdhina Meilissa mengatakan, penghargaan-penghargaan tersebut sebagai bukti bahwa puskesmas sebagai fasilitas layanan kesehatan primer yang paling dekat dengan masyarakat ternyata bisa membuat terobosan-terobosan yang bermanfaat bagi masyarakat. "Layanan kesehatan primer sering kali identik dengan bahwa puskesmas cuma bisa mengobati pusing, keseleo, masuk angin. Posisinya paling dekat dengan kita semua. Tapi karena terlalu dekat, terlalu banyak, jadi kadang-kadang tidak ada yang memperhatikan dan tidak identik dengan inovasi," ujar Yurdhina dalam acara peringatan Satu Dekade Pencerah Nusantara yang digelar hibrida, diikuti secara daring dari Jakarta, Sabtu. "Padahal, Pencerah Nusantara dalam sepuluh tahun terakhir menjadi saksi bahwa ada banyak sekali inovasi di lapangan yang tidak banyak yang tahu. Inovasi yang kami belajar darinya sehingga itu bisa kami replikasi dan kami sebarkan lebih jauh lagi," lanjutnya. Sebagai informasi, Pencerah Nusantara merupakan program yang dijalankan CISDI sebagai upaya untuk mengurangi kesenjangan pelayanan publik di bidang kesehatan. Dalam sebulan terakhir, Yurdhina mengatakan pihaknya mencari inovasi-inovasi yang sudah berjalan di puskesmas di seluruh Indonesia. Hasilnya, ada 40 karya inovasi yang terkumpul dari berbagai daerah termasuk Riau, Kalimantan, Sulawesi, bahkan Papua. Ia juga mengatakan inovasi dari puskesmas-puskesmas tersebut beragam, tak hanya soal layanan jemput bola atau pemeriksaan kesehatan dari rumah ke rumah yang banyak dilakukan terutama sejak pandemi COVID-19. "Ada soal peningkatan gizi, ada soal kesehatan ibu dan anak, pelibatan orang muda, sampai inovasi yang fungsinya merangkul orang-orang yang selama ini aksesnya terbatas pada layanan kesehatan," katanya. Ia melanjutkan, 40 karya yang sudah terkumpul kemudian dikurangi menjadi 12 besar. Setelah itu, dewan juri pun memutuskan tiga puskesmas dengan inovasi terpilih. Ketiga puskesmas itu adalah Puskesmas Cakung Jakarta Timur dengan inovasi Madu Besi Masyarakat Peduli Pembekalan Farmasi, Puskesmas Cluwak Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dengan aplikasi DISAPPU Digital Skrining Awal Penyakit Paru, dan Puskesmas Tagulandang Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara dengan inovasi pelayanan kesehatan ibu dan anak Munadia Si Mama Mempersiapkan Ibu. Adapun yang bertindak sebagai juri adalah Administrator Kesehatan Ahli Madya Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan dr. Wing Irawati, Administrator Kesehatan Ahli Muda/PMO Kesmas Kementerian Kesehatan dr. Rima Damayanti, dan pegiat kesehatan dan resiliensi dr. Sri Kusuma Hartani. "Pengalaman kami dalam menilai ini memang dari 12 itu sangat sulit dan memang semuanya inovasi yang sangat baik sekali. Dengan adanya transformasi layanan kesehatan primer, semua layanan primer khususnya puskesmas itu memang dituntut untuk berinovasi," kata Rima. "Apalagi dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini, semua berpikir agar bagaimana masyarakat itu tetap dapat terlayani dan dapat ditingkatkan aksesnya. Dan untuk ketiga yang juara ini saya melihat bahwa inovasi yang disampaikan ini betul-betul melihat dari latar belakang permasalahan yang ada," ujarnya. Baca juga Pemprov Jawa Barat apresiasi CISDI bantu tangani COVID-19 Baca juga CISDI rayakan satu dekade program Pencerah Nusantara Baca juga AIPI dorong pemerintah transformasi layanan kesehatan primerPewarta Suci NurhalizaEditor Muhammad Yusuf COPYRIGHT © ANTARA 2022
Penelitiandilakukan dalam waktu 3 bulan di 63 Puskesmas kota Surabaya dengan responden 63 dokter. Instrumen yang digunakan "Kuesioner Kolaborasi Dokter" yang meliputi variabel bebas (karakteristik pertukaran dengan domain kepercayaan, hubungan inisiasi dan peran spesifikasi) dan variabel terikat (praktik kolaborasi).
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. MEWUJUDKAN INOVASI PELAYANAN KESEHATAN PADA TEKNOLOGI DIGITALInovasi bukan lagi hal baru di sektor publik. Namun dalam praktiknya, inovasi sektor publik sangat dipengaruhi oleh praktik inovasi sektor swasta. Inovasi yang berhasil oleh sektor swasta merupakan motivator yang hebat bagi sektor publik untuk mengembangkan berbagai jenis inovasi. Untuk itu, inovasi di sektor publik dipandang sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Inovasi sektor publik sangat mirip dan sering dikaitkan dengan perubahan atau reformasi pemerintah. Hal ini biasa dikenal dengan konsep New Public Management NPM dan konsep e-Government. Di Indonesia saat ini inovasi dalam sektor publik erat kaitannya dengan adopsi konsep e-government dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Konsep inovasi dalam sektor publik tersebut mulai dipraktikkan di berbagai negara berkembang karena adanya perkembangan teknologi canggih yang pesat. Konsep inovasi di sektor publik Dengan perkembangan teknologi yang maju, hal tersebut dipraktekkan di berbagai negara berkembang. dengan cepat. Konsep inovasi di negara berkembang berkaitan dengan adopsi atau rekrutmen Penggunaan teknologi, informasi dan komunikasi atau TIK dalam sistem administrasi publik Pemerintah. Dengan adanya kemajuan teknologi yang dibawa dan dikenalkan dari negara maju, menyebabkan adanya perubahan yang terlihat dari sistem pelayanan yang mulai begeser menjadi lebih modern uga melalui penciptaan ide atau gagasan baru, tetapi lebih banyak melalui proses. Proses inovasi dalam sektor publik di negara berkembang jdopsi inovasi yang sudah ada. Di beberapa negara berkembang, inovasi dianggap sebagai penggunaan teknologi yang canggih ke dalam administrasi publik yang dikenal sebagai konsep egovernment. Pemahaman inovasi di Indonesia dapat dilihat dari berbagai penerapan inovasi yang dilakukan di semua lini pemerintah. Hampir semua instansi pemerintah, memahami inovasi sebagai adopsi penggunaan TIK kedalam proses administrasi publik yang dikenal dengan konsep e-government. Keterkaitan inovasi dengan egovernment dapat terlihat dari penerapan TIK pada lingkungan instansi pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik secara elektronik e-government. Meskipun demikian juga terdapat beberapa instansi yang memahami inovasi bukan hanya sekedar penggunaan TIK dalam administrasi publik. Kondisi pelaksanaan e-government di Indonesia masih sangat bervariasi, meskipun dalam peraturan dijelaskan bahwa pelaksanaannya dapat dilakukan dengan berbagai bentuk kerjasama. Hal ini terlihat dari perhatian pemerintah dalam pengembangan egovernment masih terpusat pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dimana pendefinisian e-goverment oleh pemerintah masih sebatas website. Oleh karena itu pada awal pelaksanaan e-government masih cenderung dimaknai sebagai penyediaan website, meskipun dewasa ini sudah berkembang dengan berbagai aplikasi. Adapun implementasi, hal-hal terlihat sangat baik dalam persiapan atau produksi. Ini berarti bahwa hampir semua otoritas memiliki situs web dan proses pembaruan informasi yang berkelanjutan. Namun berdasarkan data yang ada, baik di tingkat pusat maupun daerah, ada beberapa website negara yang salah kelola secara Dewasa ini merupakan perkembangan konsep e-health bukan hanya menfokuskan pada pelayanan medis di Rumah Sakit saja, melainkan pada kegiatan pelaksana pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskemas. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya Peraturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat /Puskesmas. Menjangkau seluruh masyarakat memerlukan program Sistem Informasi Manajemen Puskesmas atau SIM Puskemas yang terintegrasi dengan baik melalui berbagai kegiatan pelaksanaan. Dalam program SIM Puskesmas terdapat empat bentuk kegiatan pelaksana antara lain sistem pendaftaran pasien, sistem rekam medis pasien, sistem pengobatan atau farmasi dan sistem pembayaran. Dalam mempemudah dalam melaksanakan kegiatan pelaksana pelayanan kesehatan di Puskemas, setiap daerah mulai mengembangkan berbagai bentuk strategi atau inovasi. Kegiatan pelaksana pelayanan kesehatan disetiap Puskesmas sebelumnya dilakukan dengan cara manual atau tradisional. Kelemahan dalam penggunaan cara manual atau tradisional menjadi tantangan bagi setiap Puskesmas untuk melakukan pengembangan strategi. Dewasa ini di berbagai daerah mulai mengembangkan berbagai strategi yang memanfaatkan TIK dalam melakukan kegiatan pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dinas Kesehatan berhasil mengembangkan strategi yang memanfaatkan TIK dalam melakukan kegiatan pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas yang dikenal dengan aplikasi SIMPUS / Sistem Informasi Manajemen Puskesmas. Aplikasi SIMPUS merupakan salah satu bentuk inovasi dalam sektor publik yang menfokuskan pada bidang kesehatan di daerah yang dapat mengakomodir semua kegiatan pelaksanaan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Meskipun keberadaan aplikasi SIMPUS melalui berbagai tahap pengembangan. Kemunculan inovasi dalam sektor publik ini sebagai bentuk komitmen Pemerintah Daerah dalam menerapkan Undang-undang No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang termuat dalam pasal 386 tentang Inovasi Daerah. Dalam keseriusannya menerapkan undang-undang ini secara optimal dalam berbagai bentuk inovasi di berbagai sektor. Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Obatobatan emergensi tersedia dimonitor aman bilamana disimpan di luar farmasi. Salam sukses SEDIA DOKUMEN AKREDITASI PUSKESMAS TERBARU. Proses perencanaan dilakukan dengan memperhitungkan pemakaian selama 18 bulan ditambahkan 20 nya untuk buffer stock dan waktu tunggu obat. Puskesmas Danurejan II juga menyediakan pelayanan ambulanceG.
– Di tengah era disruptif pelayanan kesehatan Indonesia, dibutuhkan inovasi farmasi klinik untuk meningkatkan kualitas terapi obat dalam pelayanan kesehatan. Selain penerapan teknologi, dibutuhkan eksistensi sumber daya manusia profesi apoteker mengingat profesi ini merupakan garda terdepan dalam mengawal terapi obat yang efektif dan efisien. Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. Keri Lestari, Apt. dalam Prosesi Pengukuhan dan Orasi Ilmiah Jabatan Guru Besar Prof. Keri dalam bidang Ilmu Farmakologi dan Farmasi Klinik di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur Nomor 35 Bandung, Jumat 6/12. Prof. Keri membacakan orasi ilmiah berjudul “Inovasi Farmasi Klinik untuk Meningkatkan Kualitas Terapi Obat di Tengah Era Disruptif Pelayanan Kesehatan di Indonesia”. Dunia kesehatan di tanah air tak luput dihadapkan pada persoalan dan tantangan menghadapi era revolusi industri dan Selain pemanfaatan IoT, interaksi baru dalam bentuk kolaborasi antar profesi tenaga kesehatan interprofessional collaboration menjadi inovasi untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik. Menurut Prof. Keri, hingga saat ini, pemenuhan tenaga apoteker di semua fasilitas kesehatan, terutama puskesmas, masih menjadi tantangan tersendiri bagi peningkatan kualitas pelayananan kesehatan. “ Inovasi Farmasi Klinik menginisiasi lahirnya model interaksi baru tim kesehatan yang lebih inovatif dan masif, yaitu penguatan kapasitas apoteker sebagai bagian penting tim pelayanan kesehatan dalam meningkatkan keamanan pasien patient safety dan kualitas pelayanan kesehatan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujar Prof. Keri yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Riset, Pengabdian Pada Masyarakat, Kerja Sama, dan Korporasi Akademik Unpad. Dikatakan Prof. Keri, dunia kesehatan di tanah air tak luput dihadapkan pada persoalan dan tantangan menghadapi era revolusi industri dan Selain pemanfaatan IoT, interaksi baru dalam bentuk kolaborasi antar profesi tenaga kesehatan interprofessional collaboration menjadi inovasi untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik. “Dalam menghadapi tantangan tersebut, diperlukan adanya penguatan profesi apoteker sehingga eksistensinya tidak lagi diragukan bahkan dipertanyakan,” ujar Prof. Keri. Prof. Keri menjelaskan, keilmuan bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik mendasari kompetensi apoteker dalam pelayanan kesehatan dan penemuan obat baru. Melalui kajian Farmakologi, apoteker mengetahui bagaimana suatu bahan kimia/obat berinteraksi dengan sistem biologis, khususnya mempelajari aksi obat di dalam tubuh. Sedangkan kajian Farmasi Klinis mendasari interaksi apoteker dan pasien untuk mengoptimalkan terapi obat, meningkatkan standar kesehatan & kualitas hidup, kebugaran wellnes, dan pencegahan penyakit, sesuai filosofi asuhan kefarmasian atau pharmaceutical care. Berdasarkan pengalaman riset pengembangan obat baru dan pelayanan praktek kefarmasian, Prof. Keri mengungkapkan bahwa keilmuan farmasi yang berorientasi pasien patient oriented dan berorientasi produk product oriented saling melengkapi dalam praktek profesi Apoteker. “Hal ini berkaitan dengan bagaimana kita sebagai apoteker dapat memilihkan produk yang paling cocok sesuai dengan kondisi pasien dilihat dari bentuk sediaan, rute pemberian obat, tipe obat, jumlah obat, dosis, jumlah obat yang diserap dan dimetabolisme, serta inetraksi obat,” ujarnya. Dengan adanya keterkaitan antara product oriented dan patient oriented dapat meningkatkan efektivitas obat sebagai produk dalam menyembuhkan pasien, dimana pengobatan akan lebih tepat sasaran dan user friendly. Salah satu penelitian Prof. Keri adalah pengembangan stevia sebagai minuman manis untuk pasien diabetes. Melalui uji aktivitas antidiabetes, teh stevia diketahui dapat mengendalikan kadar gula dalam darah. Ramuan herbal teh stevia ini telah dipatenkan dengan merk TehDia dan dihilirisasi bekerja sama dengan PT DPE serta mendapatkan izin edar dari BPOM. Penelitian lainnya yaitu pengembangan tablet ekstrak biji pala Myristica fragrans Houtt. sebagai antidiabetes dan antihiperlipidemia. Pengembangan obat baru ini telah dilakukan sejak tahun 2009, didukung oleh Kemenristekdikti dan Kementerian Kesehatan RI. Saat ini hasil penelitian tersebut telah tercatat di Kementerian Kesehatan sebagai bahan baku obat baru bekerja sama dengan PT Kimia Farma Tbk untuk selanjutnya dikembangkan dengan nama produk “Glucopala”. “Pengembangan nutrasetikal TehDia dan juga Kaplet Glukopala merupakan contoh penerapan ilmu farmakologi dan farmasi klinis yang tidak hanya berfokus pada pasien patient oriented tetapi juga pada produk product oriented. Product oriented juga tidak selalu berbicara tentang obat yang sifatnya kuratif, tetapi bisa juga mengarah ke pangan fungsional, karena pelayanan kesehatan bukan hanya berbicara tentang fenomena sakit,tetapi juga fenomena sehat,” ujar Prof. Keri. Sumber Prof. Dr. Keri Lestari, “Hadapi Era Disuptif, Inovasi Farmasi Klinik dan Penguatan Apoteker Dibutuhkan”
TWYO. o0300wsm0v.pages.dev/326o0300wsm0v.pages.dev/72o0300wsm0v.pages.dev/297o0300wsm0v.pages.dev/20o0300wsm0v.pages.dev/275o0300wsm0v.pages.dev/66o0300wsm0v.pages.dev/122o0300wsm0v.pages.dev/388o0300wsm0v.pages.dev/68
inovasi farmasi di puskesmas